ada dasarnya ikhtilaf
ada dua macam, yaitu ikhtilaf dalam bentuk perbedaan dan ikhtilaf dalam bentuk
berlawanan. Ikhtilaf dalam bentuk perbedaan ada beberapa macam, di antaranya
adalah adanya dua pendapat atau dua perbuatan yang kedua-duanya benar, seperti:
1.Perbedaaan bacaan
Al-Qur‘an yang ada di kalangan para sahabat. Nabi tidak melarang hal semacam
itu dari mereka, beliau bersabda: “Kamu masing-masing baik.” (HR. Bukhari dan
Ahmad)
2.Dua pendapat yang
sebenarnya sama hanya berbeda dalam pengungkapan.
3.Dua pengertian yang
berbeda tetapi tidak saling bertentangan. Pendapat yang satu benar dan pendapat
yang lain juga benar sekalipun pengertian yang satu tidak sama dengan
pengertian yang lain. Inilah yang banyak sekali terjadi dalam benturan
pendapat.
4.Ada dua cara yang
kedua-duanya benar. Ketika seseorang atau suatu golongan melakukan cara
tertentu dan yang lain melakukan cara yang lain yang kedua-duanya menurut agama
baik, kedua belah pihak saling mencela ataumemuji diri sendiri karena kebodohan
atau sifat zalim atau memang tidak punya ilmu atau memang ada tujuan yang tidak
baik.
Adapun ikhtilaf dalam
bentuk berlawanan yaitu dua pendapat yang saling berlawanan, baik dalam masalah
pokok atau masalah cabang. Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang benar hanya
satu. Lalu orang yang berpendapat bahwa tiap-tiap mujtahid itu benar, memahami
bahwa pendapatnya tidak berlawanan, dan termasuk ikhtilaf dalam bentuk
perbedaan. Pendapat semacam ini dampaknya sangat besar karena sebenarnya dua
pendapat di atas adalah saling berlawanan. Akan tetapi kita menemukan banyak di
kalangan ulama yang terkadang pendapatnya batil karena bertentangan dengan
kebenaran atau terkadang sebagian dalilnya mendukung kebenaran, tetapi ia
menolak seluruh kebenaran itu. Dengan demikian ia telah menafikan sebagian
kebatilan, sebagaimana pendapat pihak pertama menolak keseluruhan.
Perbedaan semacam ini
banyak ditemui pada kalangan ahlus Sunnah berkenaan dengan masalah-masalah
taqdir, sifat-sifat Allah, sahabat-sahabat Rasulullah dan lain sebagainya.
Demikian juga pada pendapat kebanyakan ahli fiqih atau kebanyakan kalangan
mutaakhir dalam masalah-masalah fiqih. Banyak juga ditemui pada kebanyakan
orang yang mengaku ahli fiqih dan ahli tasawuf dan kelompok-kelompok sufi serta
yang sejenisnya. Adapun tentang kesesatan ahli bid‘ah, maka masalahnya sudah
jelas.
Orang yang Allah beri
hidayah dan cahaya akan dapat memahami hal ini dengan baik, sehingga ia dengan
jelas dapat memperoleh manfaat adanya larangan ikhtilaf dan semacamnya yang
tersebut dalam Al-Qur‘an dan As-Sunnah. Bagi seseorang yang berhati jernih, ia
tentu menolak ikhtilaf ini, karena ia menyadari bahwa agama Allah itu berada di
atas semua agama lain, sebagaimana firman-Nya pada surah An Nuur ayat 40:
“Dan barang siapa
yang tidak Allah berikan cahaya kepadanya
maka dia tidak akan
mempunyai cahaya sedikit pun.”
Dalam hal ikhtilaf
dalam bentuk perbedaan, maka tanpa diragukan lagi bahwa kedua pihak yang
berselisih adalah dalam kebenaran. Sedangkan terjadinya saling mencela
merupakan kezaliman kepada pihak lain, padahal Al-Qur‘an telah mengisyaratkan
adanya pujian terhadap masing-masing pihak, selama yang satu tidak berbuat
zalim kepada yang lain. Hal ini sebagaimana Nabi pernah membenarkan dua
kejadian yang berbeda pada hari menyerang Bani Quraidhah. Pada waktu itu beliau
menyuruh seseorang untuk menyampaikan seruan:
“Janganlah seseorang
melakukan shalat ‘Ashar kecuali di kampung Bani Quraidhah.”
Tetapi ternyata di
antara sahabat ada yang tetap melakukan shalat ‘Ashar pada waktunya dan
sebagian lagi menundanya sehingga ia sampai ke kampung Bani Quraidhah.Begitu
pula halnya sabda Nabi :
“Apabila seorang
hakim berijtihad lalu dia mendapatkan kebenaran, maka dia memperoleh dua
pahala. Apabila dia berijtihad tetapi tidak memperoleh kebenaran, maka dia
mendapat satu pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim), dan banyak lagi kejadian yang
lain.
Mukhtarat Iqtidha’
Ash-Shirathal Mustaqim
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah
Sumber : shirotholmustaqim.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar