Jumat, 10 Februari 2012

Abu Mihjan Atsaqofi


Sosok Abu Mihjan Atsaqofi, adalah pribadi yang matang ditempa keimanan, walaupun kemaksiatan pernah dilakukannya. Tapi, kesadaran pentingnya berjihad lebih diutamakan. Keimanannya telah memanggilnya untuk melakukan hal yang terbaik. 
Maka majulah Abu Mihjan sebagai mujahid, ke medan perang, ke medan jihad. Dengan kuda yang kuat dan kokoh ia maju menerjang, memporak-porandakan barisan musuh. Satu persatu lawannya dibunuhnya, bergelimpangan di tanah.

Orang-orang, dan para sahabat, keheranan melihat kegagahan dan keberaniannya. Banyak yang menyangka dia Malaikat Jibril yang turun menjelma menjadi manusia. Ternyata dia adalah Abu Mihjan Atsaqofi. Sama sekali tak disangka, karena Abu Mihjan Atsaqofi diketahui pada saat itu, tengah menjalani hukuman penjara karena kebiasaan minum khamr.
Sahabat Saad bin Abi Waqas memenjarakan Abu Mihjan Atsaqofi karena tak bisa berhenti minum khamr. Abu Mihjan kemudian diikat oleh para sahabat dan dimasukkan ke dalam penjara.

Ketika terjadi peperangan Qodisiah, Abu Mihjan melihat kaum muslimin sedang terdesak oleh musuh. Lalu dia menyampaikan pesan kepada anak Saad bin Abi Waqas :”Jika ia dilepaskan dari ikatan dan dibebaskan dari penjara, maka ia akan maju berperang dan jika sudah selesai akan kembali secepatnya pulang ke penjara, kecuali jika ia terbunuh”.

Abu Mihjan kemudian melantunkan sebait syair berikut :
“Cukup sudah kesengsaraan ini
Penunggang kuda sedang berperang dengan tombak,
Sedangkan aku ditinggal dipenjara sambil di ikat,
Apabila aku berdiri, rantai besi di kakiku menghalangi,
Sehingga pintu kesyahidan tertutup bagiku
Orang menjadi tuli apabila di panggil ke arahku”.

Anak Saad bin Abi Waqas kemudian menyampaikan pesan Abu Mihjan kepada ibunya (isteri Saad bin Abi Waqas). Maka isteri Saad bin Abi Waqas lalu membukakan rantai yang mengikat Abu Mihjan, memberinya seekor Kuda yang ada di rumahnya dan juga memberinya senjata. Abu Mihjan kemudian keluar dari penjara, bergabung dengan pasukan kaum Muslimin yang tengah berperang.

Dengan kuda dan senjatanya, Abu Mihjan kemudian menerjang ke tengah-tengah musuh,  mengamuk sejadi-jadinya. Setiap lawan yang bertemu Abu Mihjan pasti dipatahkan tulang punggungnya, dan kemudian dibunuhnya. Saad bin Abi Waqas yang melihat seorang penunggang kuda yang gagah berani, terheran-heran dan bertanya-tanya di dalam hati :”Siapa gerangan penunggang kuda yang berperang di pihak kaum Muslimin itu?
Allah mentakdirkan perang Qodisiah dimenangkan kaum Muslimin. Abu Mihjan pun segera kembali ke penjara, menyerahkan kuda dan peralatan perangnya, dan dia kembali diikat dengan rantai besi seperti semula.

Ketika Saad bin Abi Waqas kembali dari peperangan, isterinya bertanya:
”Bagaimana kesudahan perang Qodisiah itu”?  Saad pun menceritakan jalannya peperangan Qodisiah kepada isterinya. “Kaum Muslimin awalnya mengalami kekalahan. Tapi kemudian muncul seseorang menunggang kuda putih membela kaum Muslimin. Seandainya aku tidak meninggalkan Abu Mihjan terikat di rantai penjara, aku yakin penunggang kuda itu pastilah Abu Mihjan”, ujar Saad bin Abi Waqas kepada isterinya. Maka diceritakanlah kejadian yang sesungguhnya oleh isteri Saad bin Abi Waqas.

Saad kemudian memanggil Abu Mihjan, melepaskan rantainya, dan berkata :”Aku tidak akan memukulmu dan merantaimu lagi”. Maka Abu Mihjan pun menjawab:
”Demi Allah, untuk selanjutnya aku tidak akan minum arak atau khamr lagi. Dulu engkau memukulku karena aku tidak bisa meninggalkan khamr”. Maka setelah kejadian perang Qodisiah itu, Abu Mihjan berhenti  minum khamr.

Dalam kisah yang lain diriwayatkan  Muhammad bin Saad, diceritakan, Abu Mihjan pergi bergabung dengan tentara kaum Muslimin, menyerang ke setiap arah kaum musyrik, sambil bertakbir, ia mengamuk dan membunuh musuh sebanyak-banyaknya. Melihat sepak terjang dan agresivitas Abu Mihjan, orang-orang berkata: ”Mungkin itu Malaikat Jibril”.
Beberapa tahun setelah peperangan Qodisiah, Abu Mihjan menderita sakit, dan tak lama dia di panggil ke haribaan Allah SWT. Hikmah dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah Abu Mihjan ini, antara lain keteladanan, keberanian dan kegigihannya melepaskan diri dari perbuatan maksiat, kebiasaan minum arak/khamr, yang membawanya kepada keridhhaan Allah Swt.
Oleh: Bernard Abdul Jabbar | suara-islam.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar