Minggu, 15 Juli 2012

Syaikh Abdurrahman bin Ahmad Ibnu Rajab


Al Imam Al Hafidz dan Al Allamah  Zainuddin  Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Al HAsan bin Muhammad bin Abu Al Barkat Mas'ud As Salami Al Baghdadi D Dimasyqi Al Hambali -rahimahullah- , yang lebih terkenal dengan nama Ibnu Rajab Al Hambali . Rajab adalah gelar kakeknya yang bernama Abdurrahmna. Semua sumber yang  membahas biografi Ibnu Rajab sepakat bahwa beliau -rahimahullah- dilahirkan di Bahgdad pada tahun 736 H , delapan puluh tahun setelah jatuhnya ibukota Ilmu ketika itu, Baghdad ke tangan bangsa Mongol.

      Ibnu Rajab bernasabkan kepada keluarga mulia dalam ilmu, keutamaan dan kebaikan. Kakaenya Abdurrahman bin Al Hasan memiliki majelis ilmu di Baghdad dimana hadits dibacakan kepdanya didalam rumah tersebut. Ibnu Rajab menghadiri majelis ilmu tersebut tidak hanya sekali ketika berumur tiga tahun, atau empat atau lima tahun [Ibnu rajab berkata di dalam kitabnya Dzailuth Thabaqat 2/213-214," Dibacakan kepada kakekku, Abu Ahmad Rajab bin Al Hasan tidak hanya sekali di Baghdad. Ketika itu aku hadir da;am majelis sekita umur tiga atau empat atau lima tahun]. Sedangkan Ayah Ibnu rajab adalah Syaikh dan Pakar hadits Syihabuddin Ahmad bin Abdurrahman bin Al Hasan yang lahir di Baghdad th 706 H. Ibnu Rajab besar di kota Baghdad, mendengar hadits dari Syaikh-Syaikh Baghdad, dan membaca riwayat-riwayat. Kemudian Beliau pindah ke Damaskus pada tahun 744 H dan mendengar hadits disana, kemudian Hijaz dan Al Quds. Beliau duduk untuk belajar hadits di Damaskus dan mendapat manfaatnya. Ibnu Rajab memiliki semacam kamus khusus tentang Syaikh/ guru-gurunya yang dinukil darinya oleh Imam Ibnu Hajar di kitab Ad Durarul Kaminah.

Tahapan dalam Mencari Ilmu
      Ayah Ibnu Rajab -rahimahullah- ingin sekali anaknya  yakni Ibnu Rajab mendengar hadits dari para Syaikh terpercaya yang memiliki popularitas ilmiyah dalam periwayatan hadits di berbagai negeri Islam dan mengambil ijiazah dari mereka (ijazah adalah izin seorang syaikh kepada muridnya untuk meriwayatkan darinya hadits-hadits yang ia riwayatkan atau buku-bukunya, jadi ijazah mengandung penjelasan dari syaikh tersebut tentang izinnya kepada seorang murid untuk meriwayatkan hadits darinya -red). Agar dengan ijazah tersebut menjadi motivasi baginya dalam melanjutkan belajar dan bersabar diatasnya. Ibnu Rajab belajar hadits kepada ayahnya di Baghdad. Beliau juga mendengar hadits di Dsamaskus, Mesir dan lainnya negeri Islam. Sejumlah ulama yang pernah menjadi gurunya dan memberikan ijazah kepada beliau diantaranya adalah :

Syaikh-syaikh Ibnu Rajab dalam Ijazah
Zainab binti Ahmad bin Abdurraahim bin Al Maqdisyah yang wafat pada tahun 740 H ( Dzailuth Thabaqat 1/53,82,155)
Shafiyuddin ABul Fadhail Abdul Mukmin bin Abdul Haq bin Abdulloh Al Baghdadi yang wafat pada tahun 739 H. Shafiyyuddin memberikan ijazah kepada Ibnu Rajab untuk meriwayatkan darinya lebih dari sekali ( Dzailuth Thabaqat 2/430)
Abdurrahim bin Abdulloh Az Zuraiti (w 741 H). Ia guru di Al Mujahidiyah di Baghdad,Ibnu Rajab menghadiri pelajaran Abdurrahim ketika masih anak-anak (Dzailuth Thabaqot 2/436 )
Abu Ar Rabi' Ali bin Abdushshomad bin Ahmad Al Baghdadi Al Hambali (w 742 H)
Al Hafidz Al Qosim bin Muhammad Al Barzali -rahimahullah- (w 739 H)
Muhammad bin Ahmad bin Hassan At Tali Ad Dimasyqi  -rahimahullah- (w 741 H), Syaikh Muhammad memberikan ijazah langsung dengan tulisannya sendiri kepada Ibnu Rajab.

      Orang tua Ibnu Rajab kemudian membawanya ke Damskus pada tahun 744 H untuk melanjutkan studi di sana dan dikota selain Damaskus, dan belajar hadits dan lain-lain kepada para Syaikh terkemuka. Ketika itu Damskus adalah Slah satu markas Ilmu yang menjadi tujuan para pencari ilmu dari seluruh pelosok negeri untuk menuntut ilmu Syar'i., karena disana banyak sekali dibangun sekolah-sekolah oleh para Amir kaum Muslimin yang dikenal cinta Ilmu, menghormati ulama, menciptakan kondisi kondusif untuk belajar disana. Ibnu rajab diantaranya mendengar hadits dari :
Hakim Abul Abbas Ahmad bin Al Hassan bin Abdulloh -rahimahullah-  (w 771 H)
Shihabuddin Abul Abbas Ahmad bin Abdurrahman Al Hariri Al Maqdisi Ash Shalihi -rahimahullah- (w 758 H)
Imaddudin Abul Abbas Ahmad bin Abdul Hadi bin Yusuf bin Muhammad bin Qudamah Al Maqdisi -rahimahullah- (w 754 H)
Taqiyuddin Abu Muhammad bin Muhammad bin Ibrohim bin Nashr bin Fahd -rahimahullah- (w 761 H)
Imam Izzudin Abu Ya'la Hamzah bin Musa Ahmad bin Barhan -rahimahullah- dikenal sebagai Ibnu Syaikh As Salamiyah (w 769 H)
Alauddin Ali bin Zainuddin Al Manja (w 750 H), beliau membacakan kepada Ibnu Rajab sejumlah hadits yang diriwayatkan Muslim di shahihnya dari Imam Ahmad
Umar bin Hasan bin Farid bin Umailah Al Maraghi Al Halabi Ad Dimasqi Al Mizzi -rahimahullah- (w 778 H)
Syamsuddin Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Salim  Ad Dimasqi Al Anshari Al Ubadi -rahimahullah- yang dikenal sebagai  Ibnu Al Khabbaz. Ayah Ibnu Rajab juga membacakan seluruh kandungan buku Al Musnad Imam Ahmad di hadapan Ibnu Al Khabbaz seperti yang dikatakan di kitab Al Minhaj Al Ahmadi 2/157.  Di kitab Qowaidut Tahdits karya Al Qosimi hal 262  dikatakan bahwa Al Hafidz Abu Al Fadhl Al Iraqi membacakan Shahih Muslim kepada Muhammad bin Ismail Al Khabbaz di Damaskus di enam pertemuan beruntun. Pada pertemuan terakhir , Al Hafidz Abu Al Fahdl membacakan seperti isi kitab Shahih Muslim kepada Muhammad bin Islamil Al Khabaz dengan dihadiri Al Hafidz Zainuddin bin Rajab yang ketika itu memperbaiki naskahnya..

Syamsuddin Yusuf bin Abdurrahman bin Najm Al hambali -rahimahullah- (w 751 H)
Pakar Fiqh dan Faraidh, Jamaluddin Yusuf bin Abdulloh bin Al Afif Muahmmad An Nablusi (w 754). Ibnu Rajab membacakan Sunan Ibnu Majah kepada beliau. Syamsuddin Abu Abdulloh Muahmmad bin Abu Bakr bin Ayyub Az Zar'I -rahimahullah- yang dikenal dengan Ibnu Qoyyim Al Jauziyah (w 751 H), Ibnu Rajab selalu menghadiri majelis Ilmu Ibnul Qoyyim sebelum wafatnya lebih dari setahun dan mendengar darinya Syair An Nuniyah, kitab karangannya dan lainnya.
Syihabuddin AHmad bin Muhammad bin Umar Ash Shalihi Asy Syairazi Ad Dimasqi (w 771 H).
Ibnu An Nabasy, slah satu sahabat Sharifuddin Abduk Mukmin bin Abdul Haq. Ibnu Rajab membacakan hapalan tentang mukhtashor Al Kharaqi kepada Ibnu An nabasy, mendengar banyak sekali kitab karangan beliau  yang dibacakan kepada Ibnu rajab, dan menemaninya hingga wafat. Abdurrahman bin Abu Bakr bin Ayyud bin Sa'ad bin hariz bin Makki Abu Al Faraj Zainuddin Az Za'I Ad Dimasqi (w 769 H), Beliau adalah Suadara dari Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. Ibnu Rajab berkata tentang gurunya," Aku mendengarkan kitab At Tawakul karya Ibnu Abid Dunya kepada Abdurrahman bin Abu Bakr."
Setelah itu, Ibnu Rajab pergi ke Mesir sebelum tahun 754 H, disana beliau belajar hadits kepada :
Nashiruddin Muhammad bin Ismail bin Abdul Aziz bin Isa Bin Abu Bakr Al Ayyubi -rahimahullah- (w 756 H), Ibnu rajab banyak sekali menimba ilmu darinya.

Shadruddin Abu Al Fath Muhammad bin Muhammad bin Ibrahim Al Maidumi (w 754 H)
Fathuddin Abu Al Haram Muhammad bin Muhammad Al Qalansi Al Hambali (w765 H)
Izzuddin Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim bin Sa'dulloh bin Jama'ah , hakim/Qodhi di mesir (w 767 H). Ibnu Rajab bertemu beliau di Mesir dan Makkah, Ibnu rajab berkata di kitabnya Dzailuth Thabaqot 1/85 ," Syaikh kami, Abu Umar Abdul Aziz  adalah hakim mesir dan ayahnya juga hakim di Mesir. Beliau melarang manusia memanggilnya dengan nama hakim agung atau menuliskan namanya seperti itu, dan memerintahkan mereka menggantinya dengannama Hakim kaum muslimin."
Ibnu Rajab juga bersahabat dengan Al Hafidz Zainuddin Abu Al Fahdl Abdurrahim bin Al Husain Al Iraqi (w 806 H) dan mendengar banyak hal bersamanya.

Ibnu Rajab kembali berada di bagdad pada tahun 748 H dan belajar kepada :
Jamaluddin Abul Abbas Ahmad bin Ali Bin Muhammad bin Al Babashiri Al Bagdadi (w 750 H). Ibnu Rajab menghadiri pengajian jamaluddin lebih dari sekali dan mendengar pembacaan hadits olehnya. (Dzailuth Thabaqat 2/446]
Shafiyuddin Abu Abdulloh Al Husain bin Badran Al bashri Al Baghdadi (w 749 H). Ibnu rajab membacakan hadits kepada Shafiyuddin, menghadiri majlis ilmunya, dan mendengar pembacaannya terhadap shahih Al Bukhori kepada Syaikh Jamaluddin Musafir bin Ibrahim Al Khalidi (Dzailuth Thabaqat 2/444) Abu Al Abbas Ahmad bin Muhammad bin Sulaiman Al Hambali Al baghdadi (Dzailuth Thabaqat 1/301).
Tajuddin Abdulloh bin Abdul Mukmin bin Al Wajih Al Wasithi (w 740 H). Sirajuddin Abu Hafsh Umar bin Ali bin Amr Al Qazuwini, seorang pakar hadits Iraq (w 750 H), Ibnu Rajab berkata dalam Dzailuth Thabaqat 2/444,"Sirajuddin Abu Hafsh Umar bin Ali Al Baghdadi Al Bazzar pergi ke Baghdad pada akhir usianya dan menetap beberapa lama disana, setelah itu ia menunaikan Haji tahun 749 H. Pada tahun itu juga aku menunaikan haji bersama ayahku, lalu kau membacakan tsulatsiyat Al Bukhori kepada Al Hullah Al Yazidiyah". Ibnu Rajab sering bepergian ke Al Quds, Nablus, Mesir, Hijaz dan lainnya guna mencari hadits, ketika itu Damaskus adalah domisilinya. Ia pergi dari Damascus dan pulang kepadanya. Petualangannya mencari hadits berlangsung hingga tahun 763 H. Di Al Quds, Ibnu Rajab mendengar hadits dari Al hafidz Shalahuddin Abu Sa'id Khalil bin Kaikalidi Al Alai (w 761 H). Ibnu Rajab berkata dalam Dzailuth Thabaqat 2/365 bahwa ia mendengarnya di baitul Maqdis berkata," Semoga Allah merahmati syaikhku Al Qodhi Taqiyuddin bin sulaiman yang aku dengar berkata,'Aku hanya sholat sendirian tidak berjamaah sebanyak dua kali dan sepertinya aku tidak pernah mengerjakannya'.

Di Makkah, Ibnu Rajab mendengar hadits dari Fakhruddin Utsman bin Yusuf bin Abu Bakr An Nuwairi Al Maliki (w 756 H) (ibnu Qodhi Syuhbah hal 488) DI Biografi Syamsuddin Muhammad bin Syaikh Ahmad As Saqa di Dzailuth Thabaqat 2/446 disebutkan bahwa Ibnu Rajab menunaikan haji pada tahun 763 H dan di Makkah bertemu sejumlah ulama yang mulia.
Di Madinah, Ibnu rajab mendengar hadits dari Al hafidz dan sejarawan Madinah, Afufuddin Abu Muhammad Abdulloh bin Muhammad bin Muhammad Al Khazraji Al Ubadi Al Mathari (w 765 H) ( Dzailuth Thabaqat 2/370)
Dengan meninggalnya ayah Ibnu Rajab di tahun 774 H, Ibnu rajab berhenti dari mendengar hadits dari para Syaikh. kemudian sibuk dengan ilmu, membaca, menulis, mengarang, mengajar dan berfatwa hingga wafat. Ibnu Rajab mengajar di Madarasah Al Hanabilah. Beliau menjadi terkenal di madrasah Al Kubra setelah wafatnya Al Qodhi Syamsuddin bin At Taqi tahun  788 H. Beliau mengajar di Madrasah tersebut hingga tahun 791 H. Madrasah tersebut diwakafkan Syafarul Islam Abdul Wahhab bin Abdul Wahid bin Muhammad Al Anshari Asy Syairazi Ad Dimasyqi Al Hanbali yang merupakan faqih, orator dan syaikh sahabat-sahabat Imam Ahmad di Syam setelah wafatnya ayah Syafaratul Islam Abdul Wahhab dan pemimpin mereka tahun 536 H. Abdul Wahid ayah Syarafatul Islam adalah orang yang menyebarkan madzab Hanbali kepada penduduk Al Qodisiyah dan penduduk Damaskus. Sebelum itu, Madzab Hanbali tidak dikenal di daerah-daerah Al Quds dan Syam.

Semasa  Hidup ayahnya, Ibnu Rajab menyelenggarakan halaqoh ( kajian) hari selalsa di Masjid Jami' Bani Umaiyyah. Halaqoh tersebut diperuntukkan bagi tokoh-tokoh madzab Imaam Ahmad setelah wafatnya Ibnu Qadhi Al Jabal pada tahun 771 H.
Imam Ibnu Rajab adalah orator ulung. Pidatonya menarik perhatian para pendengar, menggugah perasaan mereka, dan memahamkan agama Allah kepada mereka sesuia dengan ilmu bermanfaat yang diberikan Allah kepadanya, metode menarik, hati yang khusyu' dan niat yang benar.Berbagai kalngan berkumpul padanya dan hati manusia mencintainya.
Ibnu rajab menetap di Daar Al Hadits As Sukriyah di Al Qoshain ( sekang bernama Al Khaidhariyah) di pintu Al Jabiyah disebelah selatan Daar Al Qur'an Al Khaidhariyah yang masih ada sampai sekarang.Beliau menetap didalamnya hingga wafat.



Read more »

Kiat Mengisi Waktu Pagi


Setelah kita mengetahui keutamaan waktu pagi, bahaya tidur pagi menurut para ulama, sebab-sebab tidur pagi dan solusinya, dan keutamaan berdagang di pagi hari, saat ini kami akan menyajikan beberapa kiat yang dapat setiap muslim lakukan di waktu pagi. Semua ini bertujuan agar waktu pagi tersebut adalah waktu yang penuh berkah dan bukan waktu yang sia-sia. Hanya Allah-lah yang memberi taufik.

Kiat Pertama: Membaca Al Qur’an dan memahami maknanya
Saudaraku, isilah waktu pagimu dengan membaca Al Qur’an. Waktu pagi adalah waktu masih fit seseorang beraktivitas. Maka bagus sekali jika seseorang memanfaatkannya untuk membaca dan mentadaburi Al Qur’an. Ingatlah bahwa Al Qur’an nanti bisa memberi syafa’at bagi kita di hari yang penuh kesulitan pada hari kiamat kelak. Dari Abu Umamah Al Bahiliy, (beliau berkata), “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Bacalah Al Qur’an karena Al Qur’an akan datang pada hari kiamat nanti sebagai syafi’ (pemberi syafa’at) bagi yang membacanya. Bacalah Az Zahrowain (dua surat cahaya) yaitu surat Al Baqarah dan Ali Imran karena keduanya datang pada hari kiamat nanti seperti dua awan atau seperti dua cahaya sinar matahari atau seperti dua ekor burung yang membentangkan sayapnya (bersambung satu dengan yang lainnya), keduanya akan menjadi pembela bagi yang rajin membaca dua surat tersebut. Bacalah pula surat Al Baqarah. Mengambil surat tersebut adalah suatu keberkahan dan meninggalkannya akan mendapat penyesalan. Para tukang sihir tidak mungkin menghafalnya.” (HR. Muslim no. 1910. Lihat penjelasan hadits ini secara lengkap di At Taisir bi Syarhi Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, 1/388, Asy Syamilah)

Lebih baik lagi selain membaca kita dapat memahami makna/tafsirnya melalui kitab-kitab tafsir seperti tafsir Ibnu Katsir dan tafsir As Sa’di yang penuh dengan banyak faedah di dalamnya. Keutamaan memahami tafsir Al Qur’an dapat dilihat pada hadits berikut ini. Dari Abu Musa Al Asy’ariy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Permisalan orang yang membaca Al Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah utrujah, rasa dan baunya enak. Orang mukmin yang tidak membaca Al Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah kurma, rasanya enak namun tidak beraroma. Orang munafik yang membaca Al Qur’an adalah bagaikan royhanah, baunya menyenangkan namun rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak membaca Al Qur’an bagaikan hanzholah, rasa dan baunya pahit dan tidak enak.” (HR. Bukhari no. 5059)

Kiat Kedua: Mengulang Hafalan Al Qur’an
Bagi yang memiliki hafalan Al Qur’an juga dapat mengisi waktu paginya dengan mengulangi hafalan karena waktu pagi adalah waktu terbaik untuk menghafal dibanding dengan waktu siang yang penuh dengan kesibukan. Di antara keutamaan menghafal Al Qur’an terdapat dalam hadits berikut.
Dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Dikatakan kepada orang yang membaca (menghafalkan) Al Qur’an nanti : ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilnya. Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafal).” (HR. Abu Daud no. 1464 dan Tirmidzi no. 2914. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 2240 mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Yang dimaksudkan dengan ‘membaca’ dalam hadits ini adalah menghafalkan Al Qur’an. Perhatikanlah perkataan Syaikh Al Albani berikut dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 2440.

“Ketahuilah bahwa yang dimaksudkan dengan shohibul qur’an (orang yang membaca Al Qur’an) di sini adalah orang yang menghafalkannya dari hati sanubari. Sebagaimana hal ini ditafsirkan berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain, ‘Suatu kaum akan dipimpin oleh orang yang paling menghafal Kitabullah (Al Qur’an).’

Kedudukan yang bertingkat-tingkat di surga nanti tergantung dari banyaknya hafalan seseorang di dunia dan bukan tergantung pada banyak bacaannya saat ini, sebagaimana hal ini banyak disalahpahami banyak orang. Inilah keutamaan yang nampak bagi seorang yang menghafalkan Al Qur’an, namun dengan syarat hal ini dilakukan untuk mengharap wajah Allah semata dan bukan untuk mengharapkan dunia, dirham dan dinar. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
“Kebanyakan orang munafik di tengah-tengah umatku adalah qurro’uha (yang menghafalkan Al Qur’an dengan niat yang jelek).” (HR. Ahmad, sanadnya hasan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth).”

[Makna qurro’uha di sini adalah salah satu makna yang disebutkan oleh Al Manawi dalam Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 2/102 (Maktabah Syamilah)]
Bagi yang sudah memiliki banyak hafalan, ikatlah hafalan tersebut dengan banyak mengulanginya. Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang yang menghafalkan Al Qur’an adalah bagaikan unta yang diikat. Jika diikat, unta itu tidak akan lari. Dan apabila dibiarkan tanpa diikat, maka dia akan pergi.” (HR. Bukhari no. 5031 dan Muslim no. 789).

Dalam riwayat Muslim yang lain terdapat tambahan,
”Apabila orang yang menghafal Al Qur’an membacanya di waktu malam dan siang hari, dia akan mengingatnya. Namun jika dia tidak melakukan demikian, maka dia akan lupa.” (HR. Muslim no. 789)

Al Faqih Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin memiliki kebiasaan menghafal Al Qur’an di pagi hari sehingga bisa menguatkan hafalannya. Beliau rahimahullah mengatakan, “Cara yang paling bagus untuk menghafalkan Al Qur’an -menurutku- adalah jika seseorang pada suatu hari menghafalkan beberapa ayat maka hendaklah dia mengulanginya pada keesokan paginya. Ini lebih akan banyak menolongnya untuk menguasai apa yang telah dia hafalkan di hari sebelumnya. Ini juga adalah kebiasaan yang biasa saya lakukan dan menghasilkan hafalan yang bagus.” (Kitabul ‘Ilmi, hal. 105, Darul Itqon Al Iskandariyah)

Kiat Ketiga: Membaca Dzikir-dzikir Pagi
Waktu pagi juga bisa diisi dengan membaca dzikir-dzikir pagi. Bacaan dzikir di waktu pagi secara lebih lengkap dapat dilihat dalam kitab Hisnul Muslim yang disusun oleh Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni. Di antara dzikir di pagi hari yang mudah untuk kita baca adalah bacaan istigfar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah aku berada di pagi hari (antara terbit fajar hingga terbit matahari, pen) kecuali aku telah beristigfar pada Allah sebanyak 100 kali.” (HR. An Nasa’i. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 1600. Lihat Al Mu’jam Al Awsath lith Thobroniy, 8/432, Asy Syamilah)

Dan bacaan istigfar yang paling sempurna adalah sebagaimana yang terdapat dalam shohih Al Bukhari dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Penghulu istigfar adalah apabila engkau mengucapkan,

“Ya Allah! Engkau adalah Rabbku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” (HR. Bukhari no. 6306)

Faedah dari bacaan ini adalah sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan dari lanjutan hadits di atas, “Barangsiapa mengucapkannya pada siang hari dan meyakininya, lalu dia mati pada hari itu sebelum waktu sore, maka dia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa mengucapkannya pada malam hari dalam keadaan meyakininya, lalu dia mati sebelum waktu pagi, maka dia termasuk penghuni surga.”
Bacaan sayyidul istigfar ini meliputi makna taubat dan terdapat pula hak-hak keimanan. Di dalam bacaan ini juga terkandung kemurnian ibadah dan kesempurnaan ketundukan serta perasaan sangat butuh kepada Allah. Sehingga bacaan dzikir ini melebihi bacaan istigfar lainnya karena keutamaan yang dimilikinya. Juga bacaan sederhana yang bisa kita baca adalah dengan membaca surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas masing-masing 3x. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Membaca Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Al Muwa’idzatain (surat Al Falaq dan An Naas) ketika sore dan pagi hari sebanyak tiga kali akan mencukupkanmu dari segala sesuatu).” (HR. Abu Daud no. 5082. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini hasan)
–Semoga kita termasuk orang yang selalu merutinkannya di setiap pagi dan sore-

Kiat Keempat: Menuntut ilmu agama
Waktu pagi juga bisa kita isi dengan mempelajari ilmu agama. Hal ini bisa kita lakukan dengan menghadiri majelis ilmu atau dengan membaca berbagai kitab para ulama.
Nafi’ telah bertanya kepada Ibnu Umar tentang sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”
Ibnu Umar menjawab, “Dalam menuntut ilmu dan shaf pertama.” (Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam Al Jami’ li Akhlaqir Rawi wa Aadabis Sami’, 1 /150 dan As-Sam’aany dalam Adabul Imla’ wal Istimla’, 1/129)

Semoga kita termasuk orang-orang yang mengisi waktu pagi dengan hal-hal yang bermanfaat. Alhamdulillah, berakhir pula tulisan kami mengenai waktu pagi, yang kami sajikan dalam lima seri tulisan. Mudah-mudahan buku ini bisa diterbitkan sehingga bermanfaat luas bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di sisi-Nya.

Sumber : islam-download.net



Read more »

Jumat, 13 Juli 2012

Mintalah Tolong Kepada Alloh swt



Dari Abul Abbas Abdulloh bin Abbas rodhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Suatu hari aku berada di belakang Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam Lalu beliau bersabda , “Nak, aku akan ajarkan kepadamu beberapa patah kata: Jagalah Alloh, Niscaya Dia akan senantiasa menjagamu. Bila engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Alloh, dan bila engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Alloh. 

Ketahuilah, jika semua umat manusia bersatu padu untuk memberikan suatu kebaikan kepadamu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis oleh Alloh bagimu, dan jika semua umat manusia bersatu padu untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis oleh Alloh bagimu. Pena telah diangkat dan catatan-catatan telah mengering.” (HR Tirmidzi Dia berkata , “Hadits ini hasan shohih”)

Dalam riwayat selain Tirmidzi dengan redaksi: “Jagalah Alloh, niscaya engkau akan senantiasa mendapati-Nya di hadapanmu. Kenalilah Alloh di waktu lapang niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan, ketahuilah bahwa apa yang ditetapkan luput darimu tidak akan pernah menimpamu dan apa yang telah ditetapkan menimpamu tidak akan pernah luput darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu selalu mengiringi kesabaran, jalan keluar selalu mengiringi cobaan dan kemudahan itu selalu mengiringi kesusahan.”

Kedudukan Hadits
Hadits ini sangat agung karena memuat wasiat Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat penting.

Menjaga Alloh
Menjaga Alloh adalah dengan cara menjaga hak-hakNya. Hak-hak Alloh ada dua macam, yaitu hak-hak yang wajib dan hak-hak yang sunnah. Dengan menunaikan kewajiban, dan memelihara sunnah berarti telah menjaga Alloh. Menjaga Alloh dalam batasan yang wajib yaitu menegakan tauhid, dengan cara melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Lebih dari itu adalah sunnah. Manusia berbeda-beda derajatnya dalam menjaga Alloh.

Penjagaan Alloh
Penjagaan Alloh terhadap manusia terwujud dalam dua bentuk, yaitu:
  1. Menjaga urusan dunianya, dalam bentuk menyehatkan badanya, melapangkan rezekinya, menjaga anak dan istrinya, dan lain-lain.
  2. Menjaga urusan agamanya. Poin ini lebih penting dan lebih bernilai dari pada poin sebelumnya. Bentuk penjagaannya berupa: hatinya bersih dari kotoran syubhat, senantiasa terikat dengan Alloh, penuh rasa harap kepada-Nya, senantiasa bertaubat kepada-Nya, dan anggota badanya terbebas dari memperturutkan hawa nafsu.
Melalaikan menjaga Alloh dapat berakibat hilangnya penjagaan Alloh terhadap dirinya.

Hanya Meminta Kepada Alloh
Hukum meminta hanya kepada Alloh ada dua macam:
  1. Wajib, yaitu meminta sesuatu yang tidak bisa melakukannya kecuali Alloh. Inilah tauhid dalam meminta di mana jika dipalingkan kepada selain Alloh hukumnya syirik.
  2. Sunnah, yaitu dalam hal yang manusia mampu untuk melakukannya dan dia mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
TAWAKAL
Makna tawakal kepada Alloh adalah mengambil sebab yang diperintahkan kemudian menyerahkan urusannya kepada-Nya. Tawakal kepada Alloh merupakan wujud keimanan yang sangat penting, bahkan merupakan wujud keimanan para nabi. Dan tawakal kepada makhluk adalah perbuatan yang sangat tercela. Sekalipun makhluk mampu untuk melakukan apa yang kita inginkan, kita tidak boleh bertawakal kepadanya.

Sabar Dan Ridho
Sabar, khususnya ketika mendapatkan kesulitan adalah menjaga hati dari menggerutu, menjaga lisan dari berkeluh kesah dan menjaga diri dari perbuatan yang terlarang. Ketika tertimpa musibah, di samping wajib untuk bersabar, juga disunahkan untuk ridho bahkan jika mampu, bersyukur.


Ridho terhadap musibah adalah yakin bahwa akibat dari musibah tersebut baik baginya, maka tak ada perasaan seandainya musibah tersebut tidak datang. Adapun ridho yang hukumnya wajib yaitu ridho terhadap perbuatan Alloh yang telah mendatangkan musibah. Dengan demikian terkait dengan musibah ada dua bentuk keridhoan, yaitu:
  1. Ridho terhadap perbuatan Alloh, hukumnya wajib.
  2. Ridho terhadap musibah itu sendiri, hukumnya sunnah.
Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh 
Read more »

Ingatlah Mati


Kematian merupakan persinggahan pertama manusia di alam akhirat. Al Qurthubiy berkata dalam At Tadzkirah, “Kematian ialah terputusnya hubungan antara ruh dengan badan, berpisahnya kaitan antara keduanya, bergantinya kondisi, dan berpindah dari satu negeri ke negeri lainnya.” Yang dimaksud dengan kematian dalam pembahasan berikut ini adalah al maut al kubra, sedangkan al maut ash shughra sebagaimana dimaksud oleh para ulama, ialah tidur. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.” (QS. Az Zumar : 42)[1]

Orang yang Cerdas
Orang yang cerdas adalah orang yang tahu persis tujuan hidupnya. Kemudian mempersiapkan diri sebaik-baiknya demi tujuan tersebut. Maka, jika akhir kesempatan bagi manusia untuk beramal adalah kematian, mengapa orang-orang yang cerdas tidak mempersiapkannya?
Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan)[2]

Pemutus Segala Kelezatan
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Perbanyaklah mengingat pemutus segala kelezatan’, yaitu kematian. (HR. At Tirmidzi, Syaikh Al Albaniy dalam Shahih An Nasa’iy 2/393 berkata : “hadits hasan shahih”)

Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly hafizhahullah menjelaskan perihal hadits di atas, “Dianjurkan bagi setiap muslim, baik yang sehat maupun yang sedang sakit, untuk mengingat kematian dengan hati dan lisannya. Kemudian memperbanyak hal tersebut, karena dzikrul maut (mengingat mati) dapat menghalangi dari berbuat maksiat, dan mendorong untuk berbuat ketaatan. Hal ini dikarenakan kematian merupakan pemutus kelezatan. Mengingat kematian juga akan melapangkan hati di kala sempit, dan mempersempit hati di kala lapang. Oleh karena itu, dianjurkan untuk senantiasa dan terus menerus mengingat kematian.”[3]

Dan Merekapun Ingin Kembali
Sebaliknya orang-orang yang semasa hidupnya sangat sedikit mengingat mati, dari kalangan orang-orang kafir dan mereka yang tidak menaati seruan para Rasul, akan meminta tangguh dan udzur ketika bertemu dengan Rabb mereka kelak di akhirat. Inilah penyesalan yang paling mendalam bagi manusia yang tidak mengingat kematian.
“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang adzab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang dzalim: “Ya Rabb kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul. (Kepada mereka dikatakan): “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?” (QS. Ibrahim : 44)

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Wahai Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan termasuk orang-orang yang shaleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Munafiqun : 10-11)

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “ Wahai Rabb-ku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal shaleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja.” (QS. Al Mu’minun : 99-100)[4]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’diy berkata mengenai ayat dalam Surat Al Mu’minun, “Allah Ta’ala mengabarkan keadaan orang-orang yang berhadapan dengan kematian, dari kalangan mufrithin (orang-orang yang bersikap meremehkan perintah Allah -pent) dan orang-orang yang zhalim. Mereka menyesal dengan kondisinya ketika melihat harta mereka, buruknya amalan mereka, hingga mereka meminta untuk kembali ke dunia. Bukan untuk bersenang-senang dengan kelezatannya, atau memenuhi syahwat mereka. Akan tetapi mereka berkata, ‘Agar aku berbuat amal shaleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan.” Beliau kembali menjelaskan, “Apa yang mereka perbuat tidaklah bermanfaat sama sekali, melainkan hanya ada kerugian dan penyesalan. Pun perkataan mereka bukanlah perkataan yang jujur, jika seandainya mereka dikembalikan lagi ke dunia, niscaya mereka akan kembali melanggar perintah Allah.”[5]

Pendekkan Angan-Anganmu!
Sikap panjang angan-angan akan membuat seseorang malas beramal, mengira hidup dan umur mereka panjang sehingga menunda-nunda dalam beramal shalih.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata, “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membuat segi empat, kemudian membuat garis panjang hingga keluar dari persegi tersebut, dan membuat garis-garis kecil dari samping menuju ke tengah. Kemudian beliau berkata, ‘Inilah manusia, dan garis yang mengelilingi ini adalah ajalnya, dan garis yang keluar ini adalah angan-angannya. Garis-garis kecil ini adalah musibah dalam hidupnya, jika ia lolos dari ini, ia akan ditimpa dengan ini, jika ia lolos dari ini, ia akan ditimpa dengan ini.” (HR. Bukhari, lihat Fathul Bari I/236-235)

Dari Anas beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Setiap anak Adam akan menjadi tua dan hanya tersisa darinya dua hal: ambisi dan angan-angannya”[6]

Oleh karena itu, di antara bentuk dzikrul maut adalah memperpendek angan-angan, dan tidak menunda-nunda dalam beramal shalih.
Dari Ibnu Umar radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam pernah memegang pundak kedua pundakku seraya bersabda : “Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “. Ibnu Umar berkata : “Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu”. (HR. Al-Bukhari, lihat Al Fath I/233)

Faktor-Faktor yang Dapat Mengingatkan Kematian
[1] Ziarah kubur, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berziarah kuburlah kalian sesungguhnya itu akan mengingatkan kalian pada akhirat” (HR. Ahmad dan Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani)
[2] mengunjungi mayit ketika dimandikan dan melihat proses pemandiannya
[3] menyaksikan proses sakaratul maut dan membantu mentalqin
[4] mengantar jenazah, menyolatkan, dan ikut menguburkannya
[5] membaca Al Qur’an, terutama ayat-ayat yang mengingatkan kepada kematian dan sakaratul maut. Seperti firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya” (QS. Qaaf : 19)
[6] merenungkan uban dan penyakit yang diderita, karena keduanya merupakan utusan malaikat maut kepada seorang hamba
[7] merenungkan ayat-ayat kauniyah yang telah disebutkan Allah Ta’ala sebagai pengingat bagi hamba-hambaNya kepada kematian. Seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, badai, dan sebagainya
[8] menelaah kisah-kisah orang maupun kaum terdahulu ketika menghadapi kematian, dan kaum yang didatangkan bala’ atas mereka

Faidah Mengingat Kematian
Di antara faidah mengingat kematian adalah : [1] memotivasi untuk mempersiapkan diri sebelum terjadinya kematian; [2] memendekkan angan-angan, karena panjang angan-angan merupakan sebab utama kelalaian; [3] menjadikan sikap zuhud terhadap dunia, dan ridha dengan bagian dunia yang telah diraih walaupun sedikit; [4] sebagai motivasi berbuat ketaatan; [5] sebagai penghibur seorang hamba tatkala memperoleh musibah dunia; [6] mencegah dari berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam menikmati kelezatan dunia; [7] memotivasi untuk segera bertaubat dan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat; [8] melembutkan hati dan mengalirkan air mata, mendorong semangat untuk beragama, dan mengekang hawa nafsu; [9] menjadikan diri tawadhu’ dan menjauhkan dari sikap sombong dan zhalim dan; [10] memotivasi untuk saling memaafkan dan menerima udzur saudaranya.

Catatan:
[1] Al Qiyamah As Sughra, Syaikh Dr. Sulaiman Al Asyqar, hal. 15-16 cet. Dar An Nafais
[2] Disebutkan dalam Kitab At Tazkirah bi Ahwalil Mauta wa Umuril Akhirah, Imam Al Qurthubiy dalam bab Dzikrul Maut wa Fadhluhu wal Isti’dadu lahu I/120, cet. Maktabah Dar Al Minhaj
[3] Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhus Shalihin, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly, I/634 cet. Dar Ibnul Jauziy
[4] Imam Nawawi berdalil dengan ayat-ayat tersebut dalam Riyadhus Shalihin bab Dzikrul Maut wa Qashrul Umal (Mengingat Kematian dan Memendekkan Angan-Angan)
[5] Taisir Karimirrahman, Syaikh Abdurrahman bin Nshir As Sa’diy, hal. 531, cet. Dar Ibnu Hazm
[6] HR. Baihaqi dalam Az Zuhd Al Kabir no. 454, Al Hafizh Al Iraqiy berkata hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam “Qashrul Umal” dengan sanad yang shahih

Sumber : islam-download.net




Read more »

Di Mana Air Matamu?



Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; [1] seorang pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338]).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])

Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan, “Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.
Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan; suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. 

Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40).

Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]).

Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.’ 

Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat.’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!”. 

Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’. Maka Nabi pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).

Mu’adz radhiyallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?”.
al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”

Abu Musa al-Asya’ri radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.

Suatu malam al-Hasan al-Bashri rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab, “Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.”
Saya [penyusun artikel] berkata: Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah! Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku? Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74).

Sumber : islam-download.net



Read more »

10 Sebab Dicintai Allah


1. Membaca Al-Qur’an dengan khusyuk dan menghayati makna yang dikandungnya. Dekat dengan Al-Qur’an merupakan salah satu amal yang bisa mendekatkan seseorang pada mahabbatullah. Karenanya, kita bisa menyaksikan Kalam-Nya dalam bentuk tulisan, bisa mendengarkannya dalam bentuk bacaan, serta pengaruhnya terhadap hati dan jiwa bisa berulang-ulang dengan kalimat dan maknanya.

2. Mendekatkan diri pada Allah dengan melaksanakan shalat-shalat sunah sesudah menjalankan shalat fardu. Orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan perkara-perkara sunah mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang akan membuatnya mendapat kedudukan lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang-orang yang hanya melakukan perkara-perkara fardu.

3. Membiasakan diri untuk berzikir setiap saat, baik dengan lisan, hati, atau perbuatan. Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Aku akan senantiasa bersama seorang hamba yang selalu mengingat-Ku dan menggerakkan kedua bibirnya untuk mengucapkan nama-Ku’”
(Diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah, dan disahihkan oleh Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud (1753) (1/374))

4. Mendahulukan cinta pada Allah daripada cinta terhadap hawa nafsu. Berusaha menggapai Cinta-Nya meski jalan yang ditempuh amat sulit, yaitu dengan cara melawan hawa nafsu, menentang keinginan manusia yang menyesatkan, dan memerangi syetan sehingga jauh dari segala bentuk kesyirikan.

5. Senantiasa merasakan kehadiran Allah dengan menghayati asma dan sifat-sifat Allah. Ibnul Qayyim berkata, “ Seseorang tidak bisa dikatakan makrifat kecuali jika ia benar-benar sudah mengenal Allah dan mengenal cara untuk mencintai-Nya, termasuk rintangan dan penghalangnya. Selain itu, untuk bisa dikatakan sebagai orang yang makrifat, ia juga harus mengetahui keadaan Allah. Jadi, orang yang makrifat (arif) adalah orang yang sudah mengenal Allah, termasuk asma-asma-Nya, sifat-sifat-Nya, maupun kehendak-Nya. Kemudian perilakunya juga sesuai dengan nilai-nilai ajaran Allah, ikhlas dalam niat tujuan, menjauhi akhlak yang tercela, membersihkan diri dari sifar-sifat kotor, dan sabar akan ketetapan Allah baik itu berupa kenikmatan maupun cobaan. Selain itu, ia juga harus selalu berdoa agar dikaruniai pemahaman tentang Islam dan ayat-ayat-Nya, hanya berdakwah sebagaimana yang diajarkan para Rasul dan tidak mencampuradukkan semuanya dengan pendapat-pendapat orang, standar mereka, dan akal mereka.” (Madarij as-Shalihin, Jilid 3, hal 337-338)

6. Merasakan kebaikan dan kenikmatan yang dikaruniakan Allah, baik yang tampak maupun yang tidak. Sesungguhnya, hal itu bisa menimbulkan perasaan cinta teradap-Nya.

7. Menyerahkan hati sepenuhnya pada Allah. Artinya merendahkan diri, khusyuk, patuh, fakir, dan menjaga etika di hadapan Allah.

8. Bermunajat dan menyendiri di tengah malam dengan beribadah. Orang yang beribadah di malam hari, termasuk membaca Al-Qur’an, mengerjakan shalat tahajud, berzikir, membaca Asma Allah dengan khusyuk, dan merasakan kenikmatan dan kebaikan Allah yang diberikan kepada seluruh makhluk-Nya, adalah golongan orang-orang yang mencintai Allah. Bahkan, bisa dikatakan bahwa kualitas pribadinya lebih utama.

9. Bergaul dengan orang-orang yang benar-benar mencintai Allah, memetik pelajaran berharga dari mereka, dan tidak berbicara kecuali jika merasa yakin bahwa apa yang diucapkan itu membawa maslahat dan bermanfaat baginya dan orang-orang disekitarnya.

10. Menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa menghalangi hati untuk mengingat Allah, yaitu mengindari segala perkara Syubhat, tidak menuruti hawa nafsu, dan meredam segala bentuk amarah dan kemarahan.

(Disimpulkan dari buku "10 Sebab Dicintai Allah, karangan Abdulaziz Mustafa")


Read more »

"Karena nikah itu ibadah..."


"Karena nikah itu ibadah, maka segerakanlah!"

Sebuah seruan sederhana, namun begitu banyak hikmah dan kebaikan yang terkandung di dalamnya. Ya... dengan menikah seseorang akan lebih dekat dengan kebaikan, lebih akrab dengan kemuliaan, lebih mampu untuk bersikap bijaksana dalam setiap perbuatan, dan… masih banyak kelebihan yang akan diperoleh dengan menikah. Namun yang paling penting adalah bahwa dengan menikah perasaan seseorang akan lebih tenang. Seseorang tentu akan merasa tentram ketika hidupnya telah ada yang menemani. Jika perasaan tenang dan tentram, tentu masalah apapun dalam hidup akan terasa lebih ringan.

Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).

Sungguhpun demikian masih ada saja yang menolak (baca:menunda) untuk menikah, dengan alasan untuk mempersiapkan diri. Entah alasannya menunggu siap secara materi atau mental, atau bahkan keduanya… entahlah… Padahal apabila kekurangan materi menjadi alasan, justru menikah adalah jawabannya! Bukankah Allah SWT. sendiri yang akan menjamin kecukupan bagi orang-orang yang mau menikah?

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur (24) : 32).

Namun apabila kesiapan mental yang menjadi masalah; takut tidak bisa menghidupi keluarga, takut tidak bisa menjadi imam yang baik, takut pekerjaan (kuliah)nya terganggu, dsb... barangkali -seperti yang dikatakan oleh salah seorang sahabat saya- "memang mental (iman)nya yang bermasalah". Bagaimana mungkin seseorang yang beriman tidak yakin dengan pertolongan Allah? Bagaimana mungkin seseorang yang mengaku beriman tidak percaya dengan janji Allah? Kalau memang demikian maka sudah tentu ia tidak layak untuk menikah. Ia harus terlebih dahulu membenahi mentalnya dengan memperbanyak interaksi dengan-Nya; memperbanyak amalan ibadah, perbanyak istighfar, dan jauhi setiap pebuatan dosa dan perkara yang mencelakakan. Semoga dengan demikian imannya akan -kembali- pulih, sehingga motivasi untuk menyempurnakan separuh dari agamanya akan tumbuh… tentunya menyempurnakan agama dengan jalan menikah!

Sebagai khotimah, inilah salah satu motivasi dari Sang Kekasih saw. bagi yang ingin mendapatkan pertolongan Allah dengan jalan menikah,

“Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah, Seorang budak yang bersungguh-sungguh hendak menebus dirinya dari tuannya, Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari maksiat.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)

Sumber : rabbanisnotes.blogspot.com



Read more »

ROM

ROM kependekan dari Read Only Memory, yaitu perangkat keras pada komputer berupa chip memori semikonduktor yang isinya hanya dapat dibaca. ROM tidak dapat digolongkan sebagai RAM, walaupun keduanya memiliki kesamaan yaitu dapat diakses secara acak (random). ROM berbeda dengan RAM. Perbedaan diantara keduanya antara lain:

  1. ROM tidak dapat diisi atau ditulisi data sewaktu-waktu seperti RAM. Pengisian atau penulisan data, informasi, ataupun program pada ROM memerlukan proses khusus yang tidak semudah dan se-fleksibel cara penulisan pada RAM. Biasanya, data atau program yang tertulis pada ROM diisi oleh pabrik yang membuatnya. Umumnya ROM digunakan untuk menyimpan firmware, yaitu perangkat lunak yang berhubungan dengan perangkat keras. Contoh ROM semacam ini adalah ROM BIOS. ROM BIOS berisi program dasar sistem komputer yang berfungsi untuk mengatur dan menyiapkan semua peralatan atau komponen yang ada atau yang terpasang pada komputer saat komputer ‘dinyalakan/dihidupkan’.

  1. Informasi/data/program yang tertulis pada ROM (isi ROM) bersifat permanen dan tidak mudah hilang dan tidak mudah berubah walaupun komputer ‘dimatikan’ atau dalam keadaan mati (off). Sedangkan pada RAM, semua isinya (baik berupa data, program atau informasi) akan hilang dengan sendirinya jika komputer ‘dimatikan’ (dalam keadaan off).

  1. ROM dapat menyimpan data tanpa membutuhkan daya. Itulah sebabnya data dalam ROM tidak akan hilang walaupun komputer mati. Sedangkan RAM membutuhkan daya agar dapat menyimpan data, jika RAM tidak mendapatkan daya, dengan sendirinya tidak akan dapat menyimpan data. Hal inilah yang menyebabkan data yang terdapat dalam RAM secara otomatis akan hilang bila komputer mati (off).

  1. ROM modern sering ditemukan dalam bentuk IC (Integrated Circuit), sama seperti RAM yag wujudnya kebanyakan juga berupa IC. Teks atau kode yang tertulis pada kedua jenis IC ini berbeda. IC ROM biasanya memiliki kode tulisan (teks) 27xxx. Angka 27 menunjukkan kode untuk ROM, sedangkan xxx menjunjukkan kapasitas ROM dalan satuan kilo bit.

Fungsi ROM
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa umumnya ROM digunakan untuk menyimpan firmware. Pada perangkat komputer, sering ditemukan untuk menyimpan BIOS. Pada saat sebuah komputer dinyalakan, BIOS tersebut dapat langsung dieksekusi dengan cepat, tanpa harus menunggu untuk menyalakan perangkat media penyimpan lebih dahulu seperti yang umum terjadi pada alat penyimpan lain selain ROM.

Umumnya, pada media simpan lain, jika dieksekusi untuk dibaca isi atau datanya, media simpan tersebut harus dinyalakan lebih dahulu sebelum dibaca, yang tentu saja membutuhkan waktu agak lama. Hal seperti ini tidak terjadi pada ROM.
Pada komputer (PC) modern, BIOS disimpan dalam chip ROM yang dapat ditulisi ulang secara elektrik yang dikenal dengan nama Flash ROM. Itulah sebabnya istilah flash BIOS lebih populer daripada ROM BIOS.

Jenis ROM
Sampai sekarang dikenal beberapa jenis ROM yang pernah beredar dan terpasang pada komputer, antara lain Mask ROM, PROM, EPROM, EAROM, EEPROM, dan Flash Memory. Berikut ini disajikan uraian singkat dari masing-masing jenis ROM tersebut.

PROM
PROM kependekan dari Programmable Read Only Memory. PROM adalah salah satu jenis ROM, merupakan alat penyimpan berupa memori (memory device) yang hanya bisa dibaca isinya. PROM memang tergolong memori non-volatile, artinya program yang tersimpan di dalamnya tidak akan hilang walaupun komputer dimatikan (tidak mendapatkan daya listrik). Program yang tersimpan di dalamnya bersifat permanen. Biasanya digunakan untuk menyimpan program bahasa mesin yang sudah menjadi bagian hardware (perangkat keras) komputer. Contohnya adalah program yang men-start komputer ketika komputer baru dinyalakan (di-on-kan).

Program yang ada di dalam PROM diisi oleh pabrik pembuatnya. Pengisian program ke dalam PROM menggunakan alat khusus bernama PROM burner, atau PROM Writer Program atau informasi yang telah diisikan atau direkamkan ke dalam PROM, tidak dapat dihapus lagi.

EPROM
EPROM kependekan dari Erasable Programmable Read Only Memory. EPROM berbeda dengan PROM. EPROM adalah jenis chip memori yang dapat ditulisi program secara elektris. Program atau informasi yang tersimpan di dalam EPROM dapat dihapus bila terkena sinar ultraviolet dan dapat ditulisi kembali. Kesamaannya dengan PROM adalah keduanya merupakan jenis ROM, termasuk memori non-volatile, data yang tersimpan di dalamnya tidak bisa hilang walaupun komputer dimatikan, tidak membutuhkan daya listrik untuk mempertahankan atau menjaga informasi atau program yang tersimpan di dalamnya.

Alat yang dapat digunakan untuk menghapus isi chip EPROM adalah UV PROM eraser. Alat ini akan menyinarkan sinar ultraviolet ke memori tempat data disimpan dalam chip EPROM (disinarkan tepat pada lubang kuarsa bening). Dengan demikian, chip EPROM dapat digunakan kembali dan dapat diisikan informasi/program baru ke dalamnya. Informasi lain menyebutkan bahwa alat yang dapat digunakan untuk menghapus isi EPROM adalah EPROM Rewriter.

EEPROM
EEPROM kependekan dari Electrically Erasable Programmable Read Only Memory. Seperti halnya PROM dan EPROM, EEPROM merupakan memori non-volatile. Informasi, data atau program yang tersimpan di dalamnya tidak akan hilang walaupun komputer dimatikan, dan tidak membutuhkan daya listrik untuk mempertahankan atau menjaga informasi atau program yang tersimpan di dalamnya.

EEPROM adalah komponen yang banyak digunakan dalam komputer dan peralatan elektronik lain untuk menyimpan konfigurasi data pada peralatan elektronik tersebut. Kapasitas atau daya tampung simpan datanya sangat terbatas. Pada sistem hardware komputer, chip EEPROM umumnya digunakan untuk menyimpan data konfigurasi BIOS dan pengaturan (setting) sistem yang berhubungan dengannya.

EEPROM memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan EPROM. EEPROM dapat dihapus secara elektris menggunakan sinar ultraviolet, sehingga proses penghapusannya lebih cepat dibandingkan EPROM. Penghapusan juga dapat dilakukan secara elektrik dari papan circuit dengan menggunakan perangkat lunak EEPROM Programmer. Alat yang dapat digunakan untuk menghapus isi EEPROM disebut EEPROM Rewriter. Produk EEPROM versi awal, hanya dapat dihapus dan diisi ulang kurang lebih sebanyak 100 kali. Sedangkan produk-produk terbaru dapat dihapus dan diisi ulang (erase-rewrite) sampai ribuan kali (bahkan beberapa informasi menyebutkan mampu sampai 100 ribu kali)

Flash Memory
Flash memory yang dikenal pula dengan sebutan memori flash, adalah memori sejenis EEPROM yang memberikan banyak lokasi memori untuk dihapus atau ditulisi dalam suatu operasi pemrograman. Flash memory tetap dapat menyimpan data tanpa memerlukan penyediaan listrik. Penulisan ke dalam flash memori dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut EEPROM Writer atau software yang dapat menulisi Flash ROM. 

Sedangkan penghapusan datanya dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut EEPROM Writer, atau langsung secara elektrik dari papan sirkuit dengan menggunakan software Flash BIOS Programmer. Memori jenis ini banyak digunakan dalam kartu memori, drive flash USB, kamera digital, pemutar MP3, hingga telepon genggam.

BIOS dan ROM
BIOS memang berkaitan erat dengan ROM, sebab sebagian besar BIOS yang terdapat di dalam perangkat keras komputer disimpan di dalam ROM, baik PROM, EPROM, EEPROM, Flash ROM, ataupun jenis ROM lainnya. Namun, setelah tahun 1995, EEPROM dan Flash Memory lebih banyak digunakan daripada jenis ROM lainnya karena BIOS yang terdapat pada kedua jenis ROM ini mudah dihapus dan ditulisi lagi sehingga membuka kemungkinan dilakukannya update BIOS. Update BIOS seringkali diperlukan oleh para pengguna komputer karena beberapa alasan, antara lain:

  1. Untuk mendukung prosesor yang lebih baru, sebab pengguna komputer baru saja mengganti prosesor yang lama dengan prosesor tipe baru untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik.

  1. Untuk mendukung perangkat lain yang baru dipasangkan karena BIOS yang lama belum memberikan dukungan pada perangkat tipe baru tersebut.

  1. Adanya bug yang mengganggu pada BIOS yang lama.

  1. Atau berbagai alasan lainnya.

Para produsen motherboard sering menyediakan BIOS versi baru untuk meningkatkan kemampuan produk mereka atau untuk membuang bug-bug yang mengganggu. Adanya bug-bug pada BIOS biasanya baru diketahui setelah BIOS tersebut dirilis. Oleh karena itu BIOS yang ber-bug harus di-update dengan BIOS versi yang lebih baru yang merupakan edisi perbaikan dari BIOS yang lama.

Proses update BIOS harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Proses update yang tidak benar dapat mengakibatkan tidak berfungsinya motherboard (motherboard mati), karena firmware yang digunakan untuk membantu proses booting (BIOS) tidak dapat berfungsi. Kerusakan yang terjadi bukan kerusakan fisik komponen motherboard, tetapi kerusakan software BIOS (firmware) yang ada pada EEPROM atau Flash Memory.

Kebanyakan BIOS pada saat ini, memiliki sebuah region (lokasi) di dalam EEPROM atau Flash Memory yang disebut dengan istilah Boot Block yang sengaja ‘dilindungi’ dan tidak dapat di-upgrade. Ketika komputer dinyalakan, Boot Block tersebut selalu dieksekusi pertamakali. Kode dari Boot Block akan mem-verifikasi BIOS untuk mengetahui apakah BIOS dalam kondisi normal atau rusak. Apabila BIOS dalam kondisi normal (tidak rusak), komputer segera mengeksekusi BIOS itu sendiri. 

Sebaliknya, bila ternyata BIOS mengalami kerusakan, maka boot block akan menampilkan pesan di layar monitor agar pengguna komputer melakukan pemrograman (pengisian) BIOS lagi dengan menggunakan versi BIOS yang sama atau di-update dengan versi BIOS yang lebih baik. Program BIOS yang digunakan untuk meng-update biasanya disimpan di dalam disket, di dalamnya tersimpan flash memory programmer dan image BIOS.

Sumber : qpinkom.wordpress.com



Read more »